Sunday, October 18, 2009

UTS!

Di tengah malam sebelum UTS besok masih aja nulis ginian.. hahaha.

Sebenarnya karena blog ini sudah lama gw tinggalkan, jadi yah.. gw sebenarnya mau nulis kalo seminggu ini adalah saat2 UTS bagi anak2 IF-IST.. Hadooh.. Kemaren Sabtu sih sudah UTS Matematika Teknik dengan lancar.. Gw lumayan bisa sih.

Dan besok adalah UTS.. Algoritma!! Wooaaa.. What's that? Ok, coding2 gitu lah.. Tapi malam ini gw sudah siap kok. Malam ini (dan minggu2 ini juga) gw merasa ada sesuatu yang berbeda dari diri gw dibandingkan waktu masa TPB dahulu. Waktu masa TPB dulu, setiap akan menghadapi UTS, gw selalu merasa belum semua materi tercover dengan baik. Tapi sekarang, meskipun gw ada UTS marathon seperti ini, entah mengapa gw merasa lebih siap, gw merasa lebih baik dan (juga) punya mental yang lebih baik pula dalam menghadapi UTS tersebut. Gw bisa bilang pada diri sendiri, "I'm ready for it! I can do it better!" meskipun gw ga bisa jamin dapat nilai 100 waktu UTS, tapi ada suatu keyakinan bahwa gw bisa ngerjain UTS itu dengan baik. Dan itulah yang terjadi waktu UTS Matek kemarin. Gw bisa ngerjain UTS itu dengan lancar. Bener, hal seperti ini ga pernah gw rasain waktu TPB. Dulu gw selalu menghadapi UTS dengan rasa was-was.

Ok, Wish me luck then! I'm ready for this!! I'm very ready for this!! God bless us!

Wednesday, May 13, 2009

The Choir

Kenapa judulnya The Choir? Karena hari ini baru pertama kali ikut paduan suara.. baru nyoba juga sih, karena sebelumnya tidak pernah ikut hal seperti itu.

Jadi, beginilah ceritanya.
Hari ini hari Rabu, 13 Mei 2009. Jadwal praktikum TPB-ku sudah selesai, itu berarti hari Rabu ini aku libur. Sorenya, aku kembali mengadakan Doa Rosario KMK. (Kemaren hari Selasa juga sih). Saat datang pukul 17.25 ke sekre KMK, ternyata sekre masih sepi. "Huh.. apakah doa hari ini akan seperti kemarin yang sepi?" Pikirku. Kemarin hanya dihadiri 5 orang.. betapa sedikitnya yang berminat. Hari ini berapa ya? Saat itu, ada Ona yang duduk di depan sekre. Eh, ternyata Ona ikut! satu peserta telah datang.. Lalu kumasuk ke dalam sekre. Eh, ada Acid! Dia ikut juga ternyata.. Dua peserta ikut.. Setelah itu aku mengambil peralatan Doa Rosario. Aku taruh di meja sekre, sambil berharap orang-orang datang lebih banyak dari hari kemarin. Jam sudah menunjukkan pukul 17.45.. Tiba-tiba, datanglah Si Indra 'Bapoek'.. Si Anna, Ezra.. Jalmo juga.. ternyata mereka semua ikut! Wow.. akhirnya.. Setelah itu, kami berangkat menuju selasar SF (awalnya). Tapi melihat selasar Oktagon yang kosong, kami akhirnya bergegas menuju ke sana. Dimulailah Doa Rosario kami yang diikuti oleh.. 9 orang! Ternyata bertambah dibanding hari kemarin. Terima kasih buat teman-teman yang mau datang!

Singkat cerita, pada pukul 18.30, doa rosario telah selesai. Tiba-tiba terjadilah perbincangan hangat dengan Ona. Sampai akhirnya Ona bercerita ternyata harus bergegas untuk latihan Koor 'Caelicola Choir' di GEMA (Gereja Mahasiswa). Tidak lupa ternyata Ona mengajakku. 'Apa itu?' itulah pertanyaan pertamaku. Kenapa tiba-tiba aku jadi penasaran ya? Sambil bertanya-tanya, kami berjalan kembali ke Sekre, sambil memasukkan alat-alat Doa Rosario. Saat keluar pintu Sekre, tiba-tiba datanglah "Kong" a.k.a mc_beet a.k.a Ivan.. hehehe.. Kemudian mereka mengajak untuk ke GEMA juga. "Okelah, aku pengen lihat sebentar seperti apa sih Caelicola Choir itu.. Sampai ketemu di GEMA ya!" kataku. Sesampainya di sana, setelah makan bareng di depan GEMA, dimulailah latihan Choir tersebut. Aku yang masih belum tahu apa-apa tentang Choir diajak oleh 'Kong' untuk mencoba posisi suara Bass terlebih dahulu. "Ooh.. jadi seperti ini ya latihan Choirnya.." batinku. Setelah mencoba bernyanyi satu lagu, aku mencoba posisi suara Tenor. Ada Daniel, Nono dan Abil yang ternyata Tenor juga. Mereka mengajariku banyak hal tentang Tenor.

Setelah merasakan Tenor dan Bass, aku jadi bingung juga, suaraku sebenarnya lebih cocok masuk kemana? Setelah menyanyikan beberapa lagu, Daniel mencoba mengetes suaraku. Namanya ambitus rupanya.. (baru dengar kali ini istilah itu.. hihihi..) Setelah menguji suaraku dengan nada-nada organ, Daniel dan juga Nono menyimpulkan, kelihatannya aku lebih cocok untuk masuk ke suara Tenor. "Ooo.. begitu ya.." dengan penuh kebingungan aku merespon mereka. Banyak hal baru yang aku pelajari di Choir ini. Setelah menyanyikan lagu terakhir, aku memperkenalkan diri dan mereka semua mengucapkan selamat datang kepadaku. Wow.. ternyata ikut Choir menyenangkan juga ya! O iya, ada latihan lagi hari Sabtu besok jam 6 sore.. Semuanya berawal dari ajakan Ona, pengen lihat Choir sebentar.. Eh, malah ikutan deh!

Salamku buat Caelicola Choir!

Sekian ceritaku hari ini.. :)

Thursday, April 2, 2009

Hidup itu seperti Berlari menuju garis Finish

hari ini hari yg membuat saya merasa amat sangat sial dan sebel..

tapi akhirnya Happy Ending oq..

Dimulai Pagi Tadi
Aku sampe nggak kuliah Fisika gara2 jam wekerku baterainya habis
Sebenarnya sudah bangun sih, waktu itu melihat jam disamping bantalku menunjukkan 4 pagi
ya udah, tidur lagi deh
kemudian bangun lagi
koq, liat jam masih menunjukkan pukul 4 pagi?
Dan ini sudah terang sodara2!!
Liat jam di HP, busyet!! Ini jam 08.30!! Berarti aku ngga ikut kuliah pagi Fisika dari 07-09..
langsung bergegas ndak mandi, ganti baju, brangkat ke kampus..
parkir mobil, lari2 ke GKU Barat untuk mengikuti kuliah selanjutnya.. Kalkulus
Eh, di deket pintu GKU malah ketemu Dosen fisikaku.. Mr. Bagoes Endar.. Blaik!!
Tampaknya dia mengenaliku, lalu menyapa, "Hayo, tadi nggak masuk ya?"
Aku jawab, "Iya pak, kesiangan oq Pak.." dan berlalulah dia.. fiuhh..
Akhirnya mengikuti kelas Kalkulus

...
Kuliah selesai juga akhirnya pada jam 11, dilanjutkan kuliah rangkaian elektrik sampe jam 12 yg ternyata kuis mendadak..

Tapi cobaan masih belum selesai
Hari ini adalah hari saatnya UTS OLAHRAGA yg sangat.. Arghhhh!!! *!%$?#@!!!!!
Tepatnya jam 3 sore
Segera aku brangkat jam 14.40.. inilah cobaan berikutnya
Pas berhenti di bangjo, secara tidak sadar tuas tranmisi tergeser ke R (reverse)
mobilnya mundur pelan tanpa aku sadari.. dan.. "duk"..
Itulah bunyinya, terkena Honda CR-V di blakangku
Blaik, jantungku rasane wes meh copot
bejo CR-Vne ndak napa2, pas takliat bemper belakangku mbaret sitik sepanjang 1cm sih..

...
Sesampainya di Saraga
Mati aku, pembantaian kakiku baru akan segera dimulai
Padahal minggu lalu saat ujicoba lari pertama kali, sampe 18.03 menit.. itu ndak lulus yo.. batesnya 18 menit..
(FYI Spesifikasi UTS OR : Lari 6x Lap di Saraga, @400meter, total 2.4KM, harus dibawah 18menit!! Bayangkan, beratku aja 75 kg dan jarang latihan lari.. )
Kali ini aku berlari giliran kedua. Partnerku (namane Ramos kalo ndak salah) lari sek, aku yg ngitung'i..
Kyaaa!! Partnerku 13.45 menit!! Aku mengko kayak piye ki.. Wes makin desperate ae

(10 Menit Kemudian)
It's my time now..
Priittt!! peluit yg menggelegar menyeramkan menandai dimulainya pembantaian ini
Eit, masih ada cobaan berikutnya
Pas lari, terjadilah hujan yg semakin deras
Padahal pas partnerku tadi gerimis tok lho
...
Jadilah saya berlari di tengah guyuran air
lintasan yg becek menyumbang cipratan tanah di bajuku
mengisi air dan pasir di dalam sepatuku (halah)

(beberapa belas menit kemudian)
Ayo.. ini lap terakhir
jangan jalan, terus lari
ya.. itu garis finish sudah dekat
dan..
Akhirnya
selesai sudah my last trial today
Brapakah waktuku?
...
...
Dari mulut partnerku terucap, "Enam belas menit tiga puluh detik"
JDERR!!!
Semua rasa pusing, capek, sakit serasa hilang..
Akhirnya aku lulus sodara2!!

At last.. semua cobaan hari ini terbayar dengan UTS OR ini..
Terima kasih Tuhan!!

Pesan Moral : hadapilah cobaan hidup dengan tabah & sabar, pada waktunya Tuhan akan memberikan hadiah untukmu..

Thursday, February 12, 2009

Menangkap Cahaya.. Dan Melukiskannya..


Setiap pandangan yang mempesona,
Menuliskan sebuah rekaman di benakku,
Rekaman yang tertulis oleh cahaya,
Oleh cahaya yang melalui mataku

Setiap keindahan dunia,
Setiap ciptaan-Nya yang semesta,
Menorehkan masing-masing cerita,
Cerita yang terus berjalan nyata

Ingin aku menangkap cerita itu,
Lewat cahaya yang dipancarkannya,
Melukiskannya dalam satu waktu,
Dan membagi sebuah cerita

Kuperintahkan pelukis terkenal itu,
Untuk melihat sebuah cerita,
Dan melukiskannya satu per satu.
Pelukis itu adalah.. Kamera.

Ketika mataku searah dengannya,
Ketika ia memberiku seberkas cahaya,
Ketika hatiku sejalan dengannya,
Kuperintahkan sebuah kedipan lensa.

Sejenak kurasakan kedipan penuh makna,
Sebuah getaran pelukis di dalam genggaman,
Saat ia telah menangkap cahaya,
Saat ia sedang menorehkan sebuah lukisan.

Terciptalah sebuah cerita,
Dimana bisa kubagi bersamamu,
Dimana orang bisa merasakan cahaya,
Cahaya yang pernah melalui mataku.

Aku rindu saat-saat itu,
Saat ketika aku bisa melukis,
Saat ketika indahnya cahaya melaju,
Membiarkan diri untuk dilukis.

Kini kutinggalkan pelukis itu,
Namun bukan selamanya tak tentu,
Karena suatu waktu,
Akan tiba saatnya bertemu,
Mengulang masa-masa dahulu,
Masa menangkap cerita baru,
Dan melukiskannya di hatiku.


(Bandung, 12 Februari 2009, 21:10 WIB)
(Kerinduan seorang Tukang Foto pada kameranya)

Monday, February 9, 2009

Hari yang Membosankan..

Ok, hari ini memang hari Senin seperti biasanya. Kuliah seperti biasa. Rutinitas seperti biasa. Dan.. Kebosanan seperti biasa. Huuhhh.. Tadi ada kuliah apa saja sih? Oh ya, ada Fisika, Kalkulus, Rangkaian Elektrik, dan terakhir Sistem Alam & Semesta.

Pagi hari saya mulai dengan datang sampai di kampus pukul 06.30. Hmm... masih pagi benar. Udara terasa sejuk, jalan2 bentar lah di sekitar GKU Barat ITB. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 7.10.. "koq dosen fisikanya belum dateng juga?" pikir saya. Alkisah waktu dipercepat hingga jam tangan saya menunjukkan pukul 8 pagi. Masih belum dateng juga!?!?!?! Wah, pasti nggak datang nih dosen. Namun sambil saya mengobrol di depan ruang kuliah.. eh tiba-tiba!! Pukul 08.15 di jam tangan saya berbarengan dengan munculnya Si Bagus Endar, dosen Fisika saya yang sudah lama ditunggu2! Akhirnya saya masuk kelas, pelajaran dimulai. Aduh Pak, telat koq sampai 1 jam lebih. Maka terjadilah kuliah fisika saya yang hanya berlangsung selama 45 menit saja.

Next, kuliah kalkulus. Nothing special. Seperti hari biasa juga. Dosen kalkulus yang kocak, pelajaran baru, catatan baru. Selesai. Istirahat. Makan bareng temen. Kuliah lagi. Kali ini kuliah Rangkaian Elektrik. Udah gitu dosennya marah2 terus lagi.. ihh.. but nothing special.. again. Next, kuliah Sistem Alam & Semesta. Berlalu dengan membosankan. Seperti biasa. Hari yang biasa. Selesai pukul 16.30.

Nah.. berikutnya adalah rapat SKB yang diselenggarakan KMK. Okelah, saya coba ikut, jarang juga saya ikut acara beginian rupanya. Yaa.. rapat yang kalian tahu.. "membosankan" lagi. Meski sempat seru juga sih saat pemilihan Kepala Divisi masing2 SKB. Tapi, selesai. Berlalu begitu saja. Pulang. Mandi. Makan. Akhirnya nulis blog ini. Buka facebook, lihat blog orang. Wuehhh... benar2 hari yang sangat monoton, membosankan, datar.. apapun lah kalian mau sebut.

Oh iya, saya tahu dari facebook, ada acara "Gemakustik" di GEMA Jl. Sultan Agung. Acaranya saat hari Sabtu, 14 Februari 2009. Hey, itu kan hari Valentine! Ya udah.. saya berencana ikut. Daripada terbunuh oleh kebosanan yang memang membosankan. (Halah..)

Sebaiknya ngapain ya teman2? Ada cara untuk mengusir kebosanan? Huhh..T_T


Thursday, January 22, 2009

Pidato Obama Bahasa Indonesia

Setelah mem-posting dalam bahasa Inggris, saya tertarik menampilkan pidato Obama dalam bahasa Indonesia, agar mudah lebih dipahami teman-teman.

Ini pidato Obama dalam versi bahasa Indonesianya. Semoga bisa membantu mengerti isi pidato Obama sebelumnya.

OBAMA: Warga setanah-airku :

Saya berdiri disini dengan rendah hati atas tugas yang kita emban, berterima kasih atas kepercayaan yang telah anda berikan, sadar akan pengorbanan oleh nenek moyang kita. Saya berterima kasih kepada Presiden Bush atas jasanya terhadap bangsa, serta kemurahan hati dan kerjasama yang dia tunjukkan selama transisi ini.

Empat puluh empat orang Amerika telah mengambil sumpah presiden. Kata-kata telah diucapkan selama bangkitnya gelombang kesejahteraan dan perdamaian masih terjaga. Namun, seringkali sumpah diambil di tengah-tengah awan dan badai hebat. Pada momen tersebut, Amerika telah dibawa bukan hanya karena keahlian atau visi di kantor penguasa, tapi karena kita orang-orang yang tetap setia kepada cita-cita pendiri kita, dan sejalan dengan dokumen pendiri kita.

Maka terjadi sudah. Maka ini yang harus terjadi dengan generasi Amerika ini.

Bahwa kita berada di tengah-tengah krisis sekarang haruslah dipahami. Bangsa kita sedang dalam perang, terhadap jaringan kekerasan dan kebencian. Perekonomian kita yang sangat lemah, akibat dari keserakahan dan ketidaktanggungjawaban beberapa kelompok, tetapi juga akibat kegagalan kolektif kita untuk membuat pilihan sulit dan mempersiapkan bangsa untuk zaman yang baru. Rumah-rumah telah hilang; pekerjaan hilang; bisnis-bisnis merana.Perawatan kesehatan kita terlalu mahal, sekolah kita gagal terlalu banyak, dan setiap hari memberikan bukti lebih lanjut bahwa cara kita menggunakan energi mengancam planet kita.

Ini adalah indikator krisis, sesuai data dan statistik. Kurang terukur namun tidak kurang mendalam adalah krisis keyakinan di seluruh tanah air kita - Sebuah ketakutan bahwa penurunan Amerika tak dapat dihindarkan, dan bahwa generasi berikutnya harus menurunkan pandangannya.

Hari ini saya katakan kepada Anda bahwa tantangan yang kita hadapi adalah nyata. Tantangan tersebut serius dan banyak. Mereka tidak akan dengan mudah teratasi dalam kurun waktu singkat. Tapi ketahuilah ini, Amerika - mereka akan teratasi.

Pada hari ini, kita berkumpul karena kita lebih memilih harapan daripada ketakutan, kesatuan daripada konflik dan perpecahan.

Pada hari ini, kita datang untuk menyatakan akhir dari keluhan dan janji-janji palsu, tuduhan dan dogma-dogma kadaluarsa, yang sudah terlalu lama menghambat politik kita.

Kita tetap sebuah bangsa yang muda, tetapi dalam kata-kata Alkitab, Telah tiba waktunya untuk menyisihkan sifat kekanak-kanakan. Waktu telah tiba untuk memperbarui semangat kita, untuk membentuk sejarah yang lebih baik, untuk meneruskan warisan yang berharga, bahwa ide mulia, disampaikan dari generasi ke generasi: Janji yang diberikan Tuhan bahwa semua orang sama, semua bebas dan semua memiliki kesempatan untuk mengejar kebahagiaan mereka.

Dalam membentuk kembali kebesaran bangsa kita, kita memahami bahwa kebesaran tidak pernah berupa pemberian. Kebesaran harus diraih sendiri. Perjalanan kita bukanlah dengan menggunakan cara pintas atau berdiam saja. Perjalanan kita bukan untuk orang berhati kotor - untuk mereka yang lebih memilih liburan daripada bekerja, atau hanya mencari kenikmatan dari kekayaan dan ketenaran. Sebaliknya, adalah para pengambil risiko, pekerja, pembuat keputusan - yang telah membawa kita ke jalan yang panjang menuju kemakmuran dan kebebasan.

Bagi kita, mereka mengemas sedikit harta duniawi dan bepergian di lautan dalam mencari kehidupan baru.

Bagi kita, mereka bersusah-payah dan menetap di Barat; bertahan dengan cambuk dan membajak tanah bumi yang keras.

Bagi kita, mereka berjuang dan mati, di tempat-tempat seperti Concord dan Gettysburg; Normandy dan Khe Sanh.

Kali ini, lagi, laki-laki dan perempuan telah berjuang dan berkorban, bekerja supaya kita hidup lebih baik. Mereka melihat Amerika lebih besar daripada total ambisi-ambisi kita, lebih besar daripada semua perbedaan, kelahiran, atau kekayaan atau ras.

Ini adalah perjalanan yang kita lanjutkan hari ini. Kita masih negara yang paling makmur, Negara yang kuat di dunia. Pekerja kita tidak kurang produktif dibandingkan pada saat krisis ini mulai. Pikiran kita tidak kurang kreatif, barang dan jasa yang diperlukan tidak kurang daripada minggu terakhir, bulan terakhir, atau tahun terakhir. Kapasitas kita tetap tidak berkurang. Tapi waktu dimana kita berdiri pincang, untuk melindungi kepentingan segelintir orang dan meletakkan keputusan tak menyenangkan - waktu itu benar-benar telah berlalu. Mulai hari ini, kita harus memilih diri kita untuk bangkit, memaksa diri kita bekerja keras, dan memulai lagi usaha untuk membangun kembali Amerika.

Kemanapun kita melihat, banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Keadaan ekonomi kita memanggil kita untuk bertindak berani dan cepat, dan kita akan bertindak - tidak hanya untuk menciptakan pekerjaan baru, tetapi untuk meletakkan dasar yang baru untuk pertumbuhan. Kami akan membangun jalan dan jembatan, listrik, dan saluran digital yang menopang perdagangan kita dan mengikat kita bersama. Kami akan mengembangkan ilmu ke arah yang sebenarnya, dan menggunakan keajaiban teknologi untuk meningkatkan kualitas kesehatan dengan biaya yang lebih rendah. Kami akan mendayagunakan matahari dan angin dan tanah untuk menjalankan mobil kita dan menjalankan pabrik. Dan kita akan kita mentransformasi sekolah dan universitas untuk memenuhi tuntutan jaman baru. Semua ini yang dapat kita lakukan. Semua ini akan kita lakukan.

Sekarang, ada beberapa orang yang menanyakan skala ambisi kita - yang menunjukkan bahwa sistem kita tidak dapat mentolerir terlalu banyak rencana besar. Ingatan mereka sangat singkat. Sebab mereka telah melupakan apa negara ini telah lakukan; apa yang laki-laki dan perempuan dapat capai ketika imajinasi bergabung dengan tujuan bersama, dan perlunya keberanian.

Apa yang gagal dipahami oleh orang sinis adalah bahwa tanah telah berubah di bawah mereka - bahwa argumen politik buntu yang telah kita konsumsi begitu lama tidak lagi berlaku. Pertanyaan kita hari ini bukanlah apakah pemerintahan terlalu besar atau terlalu kecil, tapi bagaimanakah pemerintahan bekerja - baik membantu keluarga mencari pekerjaan dengan upah yang layak, kesehatan yang terjangkau, pensiun yang bermartabat. Jika jawabannya adalah ya, kita berniat untuk maju. Jika jawabannya adalah tidak, program akan berakhir. Orang-orang kita yang memanajemen uang rakyat akan dimasukkan dalam perhitungan akuntansi - untuk menggunakannya secara bijak, mereformasi kebiasaan buruk, dan melakukan bisnis kita dalam kepercayaan - karena hanya dengan begitu kita kemudian dapat mengembalikan kepercayaan antara masyarakat dan pemerintah.

Dan pula ada pertanyaan pada kita apakah pasar adalah kekuatan yang baik atau tidak. Kekuatannya untuk menghasilkan kekayaan dan memperluas kebebasan memang tidak ada bandingannya, tapi krisis ini telah mengingatkan kita bahwa tanpa mata yang waspada, pasar dapat berputar kontrol - dan sebuah bangsa tidak dapat bertahan lama ketika hanya berfokus pada kemakmuran. Keberhasilan perekonomian kita tidak hanya bergantung pada ukuran produk domestik bruto kita, tetapi juga pada pencapaian kita akan kesejahteraan; pada kemampuan kita untuk memperluas kesempatan untuk setiap kemauan hati - bukan karena rasa kasihan, tetapi karena itu adalah jalan kita menuju kebaikan bersama.

Adapun untuk pertahanan kita, kita tidak memilih antara keselamatan kita dan cita-cita kita. Bapak-bapak pendiri kita,(Pendiri Amerika dulu maksudnya..) menghadapi bahaya yang hampir tidak dapat kita bayangkan, merancang sebuah piagam yang dirancang untuk menjamin supremasi hukum dan hak-hak manusia, sebuah piagam yang dibangun oleh darah generasi kita. Cita-cita mereka masih menerangi dunia, dan kita tidak akan mengecewakan mereka demi manfaat kita. Dan juga kepada semua orang dan pemerintah yang menonton hari ini, kota terbesar ke desa terkecil di mana ayah saya lahir: tahu bahwa Amerika adalah teman dari setiap bangsa dan setiap laki-laki, perempuan dan anak yang mencari sebuah masa depan damai dan bermartabat, dan bahwa kita siap untuk memimpin sekali lagi.

(added January, 22th)
Ingat bahwa generasi sebelumnya menghadapi fasisme dan komunisme tidak hanya dengan rudal dan tank, namun juga dengan aliansi kuat dan keyakinan yang tak kenal lelah. Mereka memahami bahwa kekuatan kita sendiri tidak dapat melindungi kita, juga tidak memberikan kita kemampuan untuk melakukan seperti yang kita inginkan. Sebaliknya, mereka tahu bahwa kekuatan kita tumbuh melalui penggunaan kekuasaan secara bijaksana, keamanan kita berasal dari kebenaran, kekuatan, perubahan kualitas manusia, serta cara mengendalikannya.

Kita adalah para penjaga warisan ini. Dipandu oleh prinsip-prinsip ini sekali lagi, kita dapat menghadapi ancaman-ancaman baru yang meminta penanganan lebih besar - bahkan kerjasama yang lebih besar dan pengertian diantara bangsa-bangsa. Kami akan mulai meninggalkan Irak agar dipegang sendiri oleh rakyatnya, dan membentuk perdamaian di Afghanistan. Dengan teman-teman lama dan sekutu sebelumnya, kita akan bekerja tak kenal lelah untuk mengurangi ancaman nuklir, dan mencegah ancaman pemanasan global. Kita tidak akan menyesal dengan cara hidup kita, kita tidak akan ragu-ragu dalam pertahanan, dan untuk mereka yang berniat mencapai tujuan mereka dengan terror dan membunuh orang tak bersalah, kita katakan kepada anda sekarang bahwa semangat kita lebih kuat dan tidak dapat dihancurkan; Anda tidak dapat hidup lebih lama dari kita, dan kita akan mengalahkan Anda.

Sebab kita tahu bahwa kita keberagaman dan perbedaan adalah kekuatan, bukan kelemahan. Kita adalah bangsa Muslim dan Kristiani, Hindu dan Yahudi - dan orang yang non-beriman. Kita dibentuk oleh setiap bahasa dan budaya, yang mencerminkan setiap ujung dunia ini, dan karena kita telah merasakan pahit dari perang saudara dan pemisahan, dan muncul dari babak gelap, lebih kuat dan bersatu, kita tidak dapat membantu tetapi percaya bahwa kebencian lama suatu hari akan hilang; bahwa garis-garis suku akan segera menghilang; seiring dunia tumbuh lebih kecil, kemanusiaan kita akan menunjukan jatidirinya, dan bahwa Amerika harus memainkan perannya dalam mengantar pada era baru perdamaian.

Kepada dunia Muslim, kita mencari cara baru untuk maju, berdasarkan kepentingan bersama dan saling menghormati. Kepada pemimpin di seluruh dunia yang berusaha untuk menanamkan konflik, atau menyalahkan penyakit sosial di Barat – Ketahuilah bahwa rakyat anda akan menilai anda dari apa yang Anda bangun, bukan apa yang anda hancurkan. Untuk orang-orang yang berpegang teguh kepada kuasa melalui korupsi dan kebohongan dan tutup mulut dari perbedaan pendapat, sadarlah bahwa Anda sedang berada di sisi yang salah dalam sejarah, tetapi kita akan mengulurkan tangan jika Anda bersedia meninggalkan itu semua.

Kepada masyarakat bangsa miskin, kita berjanji untuk bekerja bersama Anda untuk membuat sawah anda berpanen dan mengalirkan air bersih, untuk memuaskan kelaparan tubuh dan pikiran. Dan kepada bangsa seperti kita yang sudah menikmati kecukupan, kita katakan kita tidak bisa lagi mengacuhkan penderitaan di luar Negara kita, dan kita tidak bisa mengkonsumsi sumber daya dunia tanpa mempedulikan efeknya. Karena dunia telah berubah, dan kita harus berubah mengikutinya.

Sambil kita mempertimbangkan jalan yang terbentang di depan kita, kita mengingat dengan rasa terima kasih orang-orang Amerika yang gagah berani, yang pada saat ini, berpatroli di gurun dan gunung yang sangat jauh. Ada sesuatu yang hendak mereka katakan pada kita hari ini, seperti yang dibisikkan sepanjang masa oleh para pahlawan kita yang kini dimakamkan di Arlington. Kita menghormati mereka bukan hanya karena mereka menjaga kebebasan kita tetapi karena mereka menunjukkan arti pengorbanan, kesediaan untuk mencari arti yang lebih besar dari diri mereka sendiri. Dan pada saat ini, saat yang akan tercatat dalam sejarah generasi—semangat inilah yang harus ada pada kita semua.

Sebanyak apapun yang bisa dan harus dilakukan pemerintah, pada akhirnya kepercayaan dan tekad rakyat Amerika-lah yang diandalkan negara ini. Misalnya kebaikan hati untuk menampung orang yang kena musibah walaupun tidak kita kenal, atau pekerja yang tanpa pamrih rela mengurangi jam kerja mereka daripada melihat seorang teman di-PHK, yang membuat kita keluar dari kegelapan. Adalah keberanian para pemadam kebakaran untuk menerobos masuk ke rumah yang penuh asap, dan juga kesediaan orang tua untuk membesarkan anak, yang kelak akan menentukan nasib kita.

Tantangan kita mungkin baru. Alat-alat yang kita gunakan untuk mengatasinya mungkin baru. Tetapi pada nilai-nilai itulah keberhasilan kita bergantung—yaitu kerja keras dan kejujuran, ketabahan dan berlaku secara adil, toleransi dan rasa ingin tahu, kesetiaan dan patriotisme—semua itu sudah lama ada. Semua itu memang benar. Semua itu telah menjadi kekuatan kemajuan sepanjang sejarah. Jadi yang dituntut sekarang adalah kembalinya kepada nilai-nilai ini. Apa yang diperlukan dari kita sekarang ini adalah era pertanggungjawaban yang baru—suatu pengakuan, dari tiap orang Amerika, bahwa kita mempunyai kewajiban bagi diri kita sendiri, bagi negara kita dan bagi dunia, kewajiban yang kita lakukan dengan senang hati, bukan dengan bersungut-sungut, karena kita tahu tidak ada yang lebih memuaskan bagi jiwa kita, yang merupakan definisi karakter kita, daripada memberikan segalanya untuk menyelesaikan tugas yang sulit.

Inilah pengorbanan dan janji kewarganegaraan.

Inilah yang menjadi sumber keyakinan kita—pengetahuan bahwa Tuhan meminta kita untuk memperbaiki keadaan yang tidak pasti.

Inilah arti kebebasan dan kepercayaan kita—mengapa laki-laki dan perempuan dan anak-anak dari tiap ras dan tiap keyakinan bisa ikut dalam perayaan di lapangan yang indah ini, dan mengapa seorang lelaki yang ayahnya lebih 60 tahun lalu mungkin tidak dilayani di restoran, sekarang bisa berdiri di depan anda untuk diambil sumpahnya sebagai presiden.

Jadi marilah kita hari ini mengenang siapa kita dan sejauh mana jalan yang kita tempuh. Pada tahun kelahiran Amerika, pada bulan yang terdingin, sekelompok patriot berkumpul di depan api unggun yang mulai padam di bantaran sungai yang beku. Ibukota telah ditinggalkan, musuh terus maju, salju tampak berlumuran darah. Pada saat itu, ketika nasib revolusi kita sangat diragukan, bapak bangsa kita memerintahkan supaya kalimat berikut dibacakan kepada semua rakyat Amerika:

“Beritahukan pada dunia masa depan, bahwa di tengah musim dingin, saat apapun tiada kecuali harapan dan kebajikan — bahwa kota dan negara, waspada akan bahaya bersama, akhirnya bersatu untuk menghadapinya.”

Amerika, dalam menghadapi musuh bersama, dalam masa sulit kita ini, mari kita ingat kata-kata emas itu. Dengan harapan dan kebajikan, mari kita hadapi bersama sekali lagi sungai beku ini, dan bertahan dari badai apapun yang akan tiba. Biarkan cucu-cucu kita berkata bahwa kita telah diuji dan kita menolak untuk mengakhiri perjalanan ini, bahwa kita tidak mundur dan mata kita terpaku ke ufuk fajar dan dengan berkat Tuhan, kita meneruskan anugerah kebebasan dan mengantarkannya dengan selamat bagi generasi masa depan.

Terima kasih. Tuhan memberkati anda. Dan Tuhan memberkati Amerika.

Wednesday, January 21, 2009

Barack Obama's Inaugural Speech

Obama sudah dilantik, teman-teman! Oh ya, saya tertarik untuk memuat pidatonya. Mudah-mudahan bisa dibaca dan bermanfaat bagi teman-teman semua! Maaf masih dalam bahasa Inggris.. :) Berikut teks pidato Presiden Barack Obama saat inagurasi pelantikan kemarin Selasa, 20 Januari 2009:



OBAMA: My fellow citizens,

I stand here today humbled by the task before us, grateful for the trust you have bestowed, mindful of the sacrifices borne by our ancestors. I thank President Bush for his service to our nation, as well as the generosity and cooperation he has shown throughout this transition.

Forty-four Americans have now taken the presidential oath. The words have been spoken during rising tides of prosperity and the still waters of peace. Yet, every so often the oath is taken amidst gathering clouds and raging storms. At these moments, America has carried on not simply because of the skill or vision of those in high office, but because we the people have remained faithful to the ideals of our forebears, and true to our founding documents.

So it has been. So it must be with this generation of Americans.

That we are in the midst of crisis is now well understood. Our nation is at war, against a far-reaching network of violence and hatred. Our economy is badly weakened, a consequence of greed and irresponsibility on the part of some, but also our collective failure to make hard choices and prepare the nation for a new age. Homes have been lost; jobs shed; businesses shuttered. Our health care is too costly; our schools fail too many; and each day brings further evidence that the ways we use energy strengthen our adversaries and threaten our planet.

These are the indicators of crisis, subject to data and statistics. Less measurable but no less profound is a sapping of confidence across our land — a nagging fear that America's decline is inevitable, and that the next generation must lower its sights.

Today I say to you that the challenges we face are real. They are serious and they are many. They will not be met easily or in a short span of time. But know this, America — they will be met.

On this day, we gather because we have chosen hope over fear, unity of purpose over conflict and discord.

On this day, we come to proclaim an end to the petty grievances and false promises, the recriminations and worn out dogmas, that for far too long have strangled our politics.

We remain a young nation, but in the words of Scripture, the time has come to set aside childish things. The time has come to reaffirm our enduring spirit; to choose our better history; to carry forward that precious gift, that noble idea, passed on from generation to generation: the God-given promise that all are equal, all are free and all deserve a chance to pursue their full measure of happiness.

In reaffirming the greatness of our nation, we understand that greatness is never a given. It must be earned. Our journey has never been one of shortcuts or settling for less. It has not been the path for the faint-hearted — for those who prefer leisure over work, or seek only the pleasures of riches and fame. Rather, it has been the risk-takers, the doers, the makers of things — some celebrated but more often men and women obscure in their labor, who have carried us up the long, rugged path towards prosperity and freedom.

For us, they packed up their few worldly possessions and traveled across oceans in search of a new life.

For us, they toiled in sweatshops and settled the West; endured the lash of the whip and plowed the hard earth.

For us, they fought and died, in places like Concord and Gettysburg; Normandy and Khe Sanh.

Time and again these men and women struggled and sacrificed and worked till their hands were raw so that we might live a better life. They saw America as bigger than the sum of our individual ambitions; greater than all the differences of birth or wealth or faction.

This is the journey we continue today. We remain the most prosperous, powerful nation on Earth. Our workers are no less productive than when this crisis began. Our minds are no less inventive, our goods and services no less needed than they were last week or last month or last year. Our capacity remains undiminished. But our time of standing pat, of protecting narrow interests and putting off unpleasant decisions — that time has surely passed. Starting today, we must pick ourselves up, dust ourselves off, and begin again the work of remaking America.

For everywhere we look, there is work to be done. The state of the economy calls for action, bold and swift, and we will act — not only to create new jobs, but to lay a new foundation for growth. We will build the roads and bridges, the electric grids and digital lines that feed our commerce and bind us together. We will restore science to its rightful place, and wield technology's wonders to raise health care's quality and lower its cost. We will harness the sun and the winds and the soil to fuel our cars and run our factories. And we will transform our schools and colleges and universities to meet the demands of a new age. All this we can do. All this we will do.

Now, there are some who question the scale of our ambitions — who suggest that our system cannot tolerate too many big plans. Their memories are short. For they have forgotten what this country has already done; what free men and women can achieve when imagination is joined to common purpose, and necessity to courage.

What the cynics fail to understand is that the ground has shifted beneath them — that the stale political arguments that have consumed us for so long no longer apply. The question we ask today is not whether our government is too big or too small, but whether it works — whether it helps families find jobs at a decent wage, care they can afford, a retirement that is dignified. Where the answer is yes, we intend to move forward. Where the answer is no, programs will end. Those of us who manage the public's dollars will be held to account — to spend wisely, reform bad habits, and do our business in the light of day — because only then can we restore the vital trust between a people and their government.

Nor is the question before us whether the market is a force for good or ill. Its power to generate wealth and expand freedom is unmatched, but this crisis has reminded us that without a watchful eye, the market can spin out of control — and that a nation cannot prosper long when it favors only the prosperous. The success of our economy has always depended not just on the size of our gross domestic product, but on the reach of our prosperity; on our ability to extend opportunity to every willing heart — not out of charity, but because it is the surest route to our common good.

As for our common defense, we reject as false the choice between our safety and our ideals. Our founding fathers ... our found fathers, faced with perils we can scarcely imagine, drafted a charter to assure the rule of law and the rights of man, a charter expanded by the blood of generations. Those ideals still light the world, and we will not give them up for expedience's sake. And so to all the other peoples and governments who are watching today, from the grandest capitals to the small village where my father was born: know that America is a friend of each nation and every man, woman, and child who seeks a future of peace and dignity, and that we are ready to lead once more.

Recall that earlier generations faced down fascism and communism not just with missiles and tanks, but with sturdy alliances and enduring convictions. They understood that our power alone cannot protect us, nor does it entitle us to do as we please. Instead, they knew that our power grows through its prudent use; our security emanates from the justness of our cause, the force of our example, the tempering qualities of humility and restraint.

We are the keepers of this legacy. Guided by these principles once more, we can meet those new threats that demand even greater effort — even greater cooperation and understanding between nations. We will begin to responsibly leave Iraq to its people, and forge a hard-earned peace in Afghanistan. With old friends and former foes, we will work tirelessly to lessen the nuclear threat, and roll back the specter of a warming planet. We will not apologize for our way of life, nor will we waver in its defense, and for those who seek to advance their aims by inducing terror and slaughtering innocents, we say to you now that our spirit is stronger and cannot be broken; you cannot outlast us, and we will defeat you.

For we know that our patchwork heritage is a strength, not a weakness. We are a nation of Christians and Muslims, Jews and Hindus — and non-believers. We are shaped by every language and culture, drawn from every end of this Earth; and because we have tasted the bitter swill of civil war and segregation, and emerged from that dark chapter stronger and more united, we cannot help but believe that the old hatreds shall someday pass; that the lines of tribe shall soon dissolve; that as the world grows smaller, our common humanity shall reveal itself; and that America must play its role in ushering in a new era of peace.

To the Muslim world, we seek a new way forward, based on mutual interest and mutual respect. To those leaders around the globe who seek to sow conflict, or blame their society's ills on the West — know that your people will judge you on what you can build, not what you destroy. To those who cling to power through corruption and deceit and the silencing of dissent, know that you are on the wrong side of history; but that we will extend a hand if you are willing to unclench your fist.

To the people of poor nations, we pledge to work alongside you to make your farms flourish and let clean waters flow; to nourish starved bodies and feed hungry minds. And to those nations like ours that enjoy relative plenty, we say we can no longer afford indifference to the suffering outside our borders; nor can we consume the world's resources without regard to effect. For the world has changed, and we must change with it.

As we consider the road that unfolds before us, we remember with humble gratitude those brave Americans who, at this very hour, patrol far-off deserts and distant mountains. They have something to tell us, just as the fallen heroes who lie in Arlington whisper through the ages. We honor them not only because they are guardians of our liberty, but because they embody the spirit of service; a willingness to find meaning in something greater than themselves. And yet, at this moment — a moment that will define a generation — it is precisely this spirit that must inhabit us all.

For as much as government can do and must do, it is ultimately the faith and determination of the American people upon which this nation relies. It is the kindness to take in a stranger when the levees break, the selflessness of workers who would rather cut their hours than see a friend lose their job which sees us through our darkest hours. It is the firefighter's courage to storm a stairway filled with smoke, but also a parent's willingness to nurture a child, that finally decides our fate.

Our challenges may be new. The instruments with which we meet them may be new. But those values upon which our success depends — hard work and honesty, courage and fair play, tolerance and curiosity, loyalty and patriotism — these things are old. These things are true. They have been the quiet force of progress throughout our history. What is demanded then is a return to these truths. What is required of us now is a new era of responsibility — a recognition, on the part of every American, that we have duties to ourselves, our nation, and the world, duties that we do not grudgingly accept but rather seize gladly, firm in the knowledge that there is nothing so satisfying to the spirit, so defining of our character, than giving our all to a difficult task.

This is the price and the promise of citizenship.

This is the source of our confidence — the knowledge that God calls on us to shape an uncertain destiny.

This is the meaning of our liberty and our creed — why men and women and children of every race and every faith can join in celebration across this magnificent Mall, and why a man whose father less than sixty years ago might not have been served at a local restaurant can now stand before you to take a most sacred oath.

So let us mark this day with remembrance, of who we are and how far we have traveled. In the year of America's birth, in the coldest of months, a small band of patriots huddled by dying campfires on the shores of an icy river. The capital was abandoned. The enemy was advancing. The snow was stained with blood. At a moment when the outcome of our revolution was most in doubt, the father of our nation ordered these words be read to the people:

"Let it be told to the future world ... that in the depth of winter, when nothing but hope and virtue could survive...that the city and the country, alarmed at one common danger, came forth to meet (it)."

America, in the face of our common dangers, in this winter of our hardship, let us remember these timeless words. With hope and virtue, let us brave once more the icy currents, and endure what storms may come. Let it be said by our children's children that when we were tested we refused to let this journey end, that we did not turn back nor did we falter; and with eyes fixed on the horizon and God's grace upon us, we carried forth that great gift of freedom and delivered it safely to future generations.

Thank you. God bless you. And God bless the United States of America.




Saturday, January 17, 2009

The CHANGE We Need



Judul di atas bukan berarti "Kembalian yang kita butuhkan".. Mas, mas.. ini kembaliannya seratus rupiah.. Hahaha.. Bukan itu maksudnya, meskipun ada benarnya kalau kalian berpikir begitu. Maksudnya, "Perubahan yang kita butuhkan". Ada yang merasa familiar dengan Judul di atas? Kalo sering nonton TV akhir-akhir ini, pasti tahu dong, itu slogan milik siapa.

Yup, Si anak Menteng itu, Barack Obama. Seorang terpilih yang menjadi harapan banyak negara dan dunia (Katanya). Begitu banyak orang berharap tinggi pada orang satu ini. Tentu saja bukannya tanpa sembarang alasan. Ia membawa bendera "perubahan", seperti tertulis dalam slogannya. Entah perubahan apa, tapi semua tentu berharap perubahan yang lebih baik, bukan? Ok, kita semua tahu dia sudah dilantik dan duduk di Gedung Putih. Saya tidak terlalu tertarik membahas masalah kepresidenan sebenarnya, namun saya lebih tertarik pada slogan tersebut.

Mengapa? Bukannya seluruh dunia tertuju pada presiden baru ini? Iya sih.. tapi boleh kan saya ambil "sedikit" saja dari dia? Lagipula, bicara tentang slogan, dia berhasil merebut hati dunia dengan menampilkan sosok yang simpatik, karismatik, energik, (halah.. apalah itu.. saya juga tidak mudeng) tapi memang dia menjanjikan perubahan yang lebih baik. Selama kampanyenya, kata-kata "CHANGE" terus-menerus dikumandangkan. Memang sih, apalagi setelah dunia melihat ulah Si "Presiden US Sebelumnya", alias terkenal dengan sebutan "Presiden Koboi".. ha3.. Dunia jadi melihat adanya harapan pada Si "Anak Menteng" ini.

Kembali ke slogan Si Barry. The Change We Need, yang berarti perubahan yang kita butuhkan. Memang, kita harus selalu berubah (Jika dibutuhkan). Saya pun tertarik dengan filosofi ini. Memang tidak ada sesuatu yang statis. Dunia terus berubah, bukan? Tentu saja semua menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik. (Yo mesti..Hahaha..) Masalahnya, kadang saya pun merasa "sudah nyaman" dengan keadaan sekarang. Itulah pemikiran yang acapkali membuat saya statis, tidak pernah memikirkan suatu perubahan (yang sebenarnya saya butuhkan). Tentu saja, berubah itu harus kita lakukan saat kita "butuhkan", bukan asal berubah saja. Jika sesuatu sudah baik, biarkanlah, tak perlu perubahan lagi. Mobil baru memang tak perlu diservis, bukan? Tetapi pasti ada masanya sesuatu itu akan berubah. Entah itu ke arah yang baik atau yang buruk.

Nah, dalam sudut pandang saya, tampaknya saya juga "butuh" mengalami perubahan. Tampaknya sektor yang paling butuh perubahan adalah cara belajar saya.. (lho kok bisa?) Karena nilai-nilai saya dalam kuliah masih kurang memuaskan. Selain itu, cara saya "mempelajari" sosial saya di kampus. Hei, ini kampus! sudah bukan SMA lagi lhoo! Tentu saja semua berbeda dari SMA. Dan kelihatannya saya masih belum berubah nih.. Ok, tak apa2. Tidak ada kata terlambat untuk berubah. Saya tampaknya harus lebih "menyelami" kegiatan organisasi. That's a good Change. Seperti sebuah antivirus, orang tampaknya juga harus di-update, teman! Hahaha.. Maka dari itu, tidak heran kadang ada teman kita yang berubah drastis, jika memang dibutuhkan untuk menjadi lebih baik, why not? Itu wajar sekali. Jadi, perubahan itu suatu kewajaran dimanapun. Namun, saya sendiri kadang tidak melakukannnya. Kadang sulit juga melakukan perubahan itu. Semuanya tergantung dari diri kita sendiri. Mau atau tidak? Meski sulit, kalau ada kemauan pasti ada jalan. So, let's do the change we need!

"Memang benar, Barry! Kau benar-benar menginspirasi dunia lewat "The Change We Need". Tapi Amerika masih perlu pembuktian dari dirimu! Sekarang saatnya kau harus melaksanakan perubahan itu. Banyak orang berharap kepadamu!"

THE CHANGE We Need..

War on Gaza : Day 22


Perang. Apa yang ada di pikiran anda mendengar kata itu? Jujur saja, mendengar kata tersebut, pikiran saya langsung terisi penuh dengan alat2 canggih, tank, pesawat tempur, senjata, bom. Seperti anak kecil ya? Saya jadi masih ingat dulu saat kecil, sering bermain perang-perangan. Ada mainan tank, pesawat, tentara, dan lainnya. Sejujurnya, dulu saya berpikir perang itu hebat. Dulu, saya berpikir perang itu seperti pameran teknologi. Dulu, sangat menyenangkan melihat tank menembakkan senjatanya. (Mungkin wajar ya anak laki2 kayak gitu?) Itu imajinasi saya dulu.

Ok, apa yang sedang hangat dibicarakan dunia hari ini? Perang. Perang di Gaza. Wow, hampir setiap hari saya lihat TV, isinya ya satu ini. Semua orang pasti rata2 tahu dong, Israel dari dulu konflik dengan Palestina. Dan sekarang ini, dianggap wajar. kenapa? Karena tidak selesai-selesai. Karena sudah terlalu banyak berita perang seperti ini. Jujur saja, berita perang sudah "sedikit" tidak menakutkan bagi kita. It's just another war. Why should I care?

Sebenarnya panggung konflik dunia tidak cuma terpusat di Gaza saja. Masih banyak yang lain kok. Contoh yang tidak kalah hangatnya, Obama, Iran, harga minyak, dll. Semua peristiwa sosial itu seolah-olah sudah sering kan? Nothing's special. Tapi saya mulai mencoba, sekali-sekali pengen tahu, apa sih Perang Gaza itu? Kenapa dunia sampai ribut gara-gara ini?

Buat saya, sekilas melihat perang ini secara sederhana, adalah Israel VS Palestina, dimana setiap kubu saling menganggap negara lawannya seharusnya tidak eksis. Selesai. Sampai disitu. Tapi yang menarik untuk dibicarakan adalah, kenapa tidak selesai? Kenapa PBB saja tidak mampu menangani hal 2 negara kecil ini? Kenapa Amerika mem'veto' abstain sementara 14 Negara PBB lain menyetujui resolusi damai? Yang jelas, yang masih saja membuat negara Israel ini tetap bertahan adalah support dari Amerika. Jelas, sampai kapanpun Amerika membela Israel dong.. Kan sama-sama orang Yahudi.. Itu kata "orang dalam" mereka. Menurut saya, inilah intinya kenapa nggak selesai-selesai. Amerika bertindak berdasarkan prinsip "teman sebangsa seperjuangan".. Bukan prinsip keadilan dan perdamaian dunia. Terus gunanya PBB? Ingat, PBB dikontrol oleh Amerika. Segala kebijakan PBB, kalo tidak disetujui Amerika, ya.. tau sendiri lah.. Kandas. Ha3..

Well, solusi terbaik? Pandangan saya jelas, solusi secara realistis sulit sekali. Seperti kata Presiden G.W. Bush yang intinya begini : "Kalau anda melawan Israel, itu berarti anda juga melawan kami, Amerika". Ya udah, Israel "berani karena dukungan", bukan berani karena benar..

Mau tahu solusi yang pasti efektif menurut saya? (Imajinasi Mode : On)
1. PBB bertindak sendiri tanpa menghiraukan US.
2. Negara-negara Uni Eropa (UE) (+Rusia kalo bisa) berkoalisi bersama mengurai konflik di Gaza.
3. Saya tahu kalo US pasti marah-marah dan menurunkan kekuatan militer (gara2 poin 1 dan 2 di atas). Jadi, seluruh UE harus berani menentang pendapat US. Pasti menang deh.
4. PBB harus bisa mengontrol US di bawah naungannya, bukan US mengontrol PBB.
Kalo kalian pikir tidak ada yang menang melawan US, kalian salah. Ini faktanya :
US sudah kehabisan dana sejak perang Iraq dan Afghanistan. Terdapat Defisit anggaran yang cukup besar dalam pendanaan militernya. (Estimasi sudah habis U$20Bill. sejak 2003) Selain itu, total tentara US kan ada 2.000.000 (dahulu). Tapi gara-gara perang, estimasi sekarang tinggal 1.500.000. Itupun tersebar 500.000 di daerah timur tengah. Jadi yang ada di US cuma 1.000.000. Dengan afiliasi UE, total kekuatan militer yang didapat sekitar 9.000.000 tentara. Ditambah teknologi yang tidak kalah maju dibandingkan US. Amerika harus berpikir lagi kalo mau bertindak sewenang-wenang.

Ini memang imajinasi saya berupa solusi "Brute Force". Tapi kalo dilaksanakan, bisa dimungkinkan terjadi penyelesaian
masalah. Itu ditinjau dari sisi logika saja sih.. Tentu saja dapat dibikin solusi "NATO" (No Action, Talk Only) seperti yang sekarang dilakukan PBB.. Ha3.. Bukannya saya membenci US dalam hal ini, tetapi saya benci kebijakan politik pemerintahnya. Tahu tidak, ternyata warga US saja marah terhadap pemerintahnya gara-gara perang ini. Maka dari itu, hati-hati, salah pemimpin bisa mencoreng nama negara anda! (Tapi tampaknya orang berharap banyak dari Presiden US yang baru ini, Si anak Menteng.. He looks great..) Dalam pidatonya, ia akan melakukan pendekatan yang lebih rasional dan non-militer dalam mengatasi wilayah Gaza.. Yah, belum jelas ya seperti apa kebijakan-kebijakan politiknya. Berharap saja dia lebih pintar dari Si G.W.Bush itu.

Btw, ini sudah hari ke-22 lho.. Kapan selesainya ya? Menghitung hari.. (Kayak lagu aja)

Obrolan (Chatting) Tengah Malam

Sesuai judulnya, "Obrolan Tengah malam" berisi tentang kegiatan saya malam ini, yaitu mengobrol. Tentu saja tidak secara "Face-to-Face", tetapi lewat "Face"book.. Hahaha.. Oh iya, juga chatting lewat Y! Messenger (YM) sih.

Malam ini, setelah bosan berkali-kali bolak-balik buku muka (Facebook), akhirnya saya buka YM saya. Banyak sih yang online, tapi males juga ngobrol ama mereka. (Alasan : Ga Jelas). Tapi lama-kelamaan bosan juga saya. Akhirnya saya mulai dengan si Daniel. Halo Dan.. berikut transkrip percakapan gw (loh, kok tiba2 pake gw?) :

Anthony: Kamu mata pelajarannya apa aja Dan?
Daniel Saputra: sem ini BI, inggris, aljabar, matematika diskrit, pengantar TI
Daniel Saputra: sama algoritma n pemograman
Anthony: Ada BI? Aku ada semacam itu, tapi namanya Tata tulis karya tulis..
Daniel Saputra: haha
Daniel Saputra: ya hampir sama sih
Anthony: Aku pelajaran lainnya ada Kalkulus, Fisika, Kimia, Inggris, sama Pengenalan Pemrograman..
Daniel Saputra: mbahas kayak buat esai n skripsi
Daniel Saputra: banyak banget
Daniel Saputra: kasian
Daniel Saputra: kimia sama fisika buat apa
Anthony: Ndak tau.. Ya itu yang dinamakan ITB sebagai proses "TPB".. tahap persiapan bersama..
Daniel Saputra: haha ckck sante thon

Begitulah sepenggal percakapan kami.. (Yang agak ndak mutu tentunya). Besok Daniel ada Tes pemrograman rupanya. Ok2, selesai sampai disitu.

Eh, tiba2 ada apa ini? Tampak YM-ku berkedip2 dari kejauhan meminta perhatian..(Halah..) Ternyata ada ajakan konferensi pers (Halah.. gayane seperti artis saja). Oh, bukan2.. Ternyata ajakan ngobrol bertiga dari teman SMA saya dan Guru Les saya dahulu. (Sebut saja namanya Si "A" dan Bu "B".. Hahaha.. Nama pelaku disamarkan untuk suatu kepentingan tertentu..disebabkan oleh karena Si "A" yang cantik dan tidak mau diekspos.. Halah!). Terjadilah "Konferensi" tersebut; Mulai dari mengetes Voice konference memakai Mic, (Saya saja tidak punya Mic.. :-) ), eksperimen yang kami lakukan berhasil. Untuk pertama kalinya saya melakukan Voice Konference, teman! (Ndeso mode : ON) Hahaha!!! Setelah itu percakapan dilanjutkan dengan ketikan keyboard tentunya. (karena saya ndak punya Mic.. Ha3).

Tiba-tiba, topik pembicaraan beralih ke kota Semarang dan ciri khasnya.. Bukan lumpia, tapi rob. Waduh, saya yang tinggal di Semarang sudah di-"warning" mereka berdua untuk bersiap tenggelam. Hyaa!! Tapi masih lama kok.. 10 tahun lagi mungkin ya? Oke-lah, peneliti boleh bilang tanah Semarang amblas 8cm setiap tahunnya.. tapi, masalah tenggelam itu bisa saya pikirkan nanti saja. (Lagipula saya kan sekarang kuliah di Bandung? Hohoho..) Wah, tapi benar juga ya? Semarang lama-kelamaan bisa tenggelam. Kita harus memikirkan dari sekarang nih.. Ditambah lagi permukaan air laut semakin meninggi akibat global warming (Kayak aktivis Greenpeace saja..). Saran teman saya Si "A" sih.. seharusnya pindah ke daerah tinggi. Seperti misalnya kalau di Semarang, ada di daerah Gombel. Tapi sekarang saya lebih banyak tinggal di Bandung, kenapa tidak ke Bandung aja? Why not? Hahaha.. kok jadi promosi Bandung nih..

Ok2, kembali ke laptop. Setelah berbicara panjang lebar tentang Semarang, capek juga saya. Wew, liburan yang membosankan. Ya itu tadi, saya malas keluar rumah. Sudah setiap hari hujan angin terus, banjir dan rob dimana-mana (Khas Semarang.. Semarang Kaline Banjir.. ), membuat saya di rumah terus. Huuh.. bosan, teman! Kok malah tiba-tiba ingin pergi ke Bandung ya? Padahal waktu saya di Bandung, ngebet bukan main untuk pulang ke Semarang. Hahaha!! Benar-benar orang yang tidak punya pendirian wahai kau Anthony! (Halah..)

Hmm, Bu Ketua kabarnya bagaimana ya? Oh iya, lupa menceritakan natalan KMK kemaren. Kok jadi teringat Bu Ketua ya? (Bu Ketua = KMK) Itulah asosiasi dalam benak saya.. Hahaha! Ok, natalan kemarin diadakan di Selasar GKU Timur ITB. Tanggal 10 Januari kalo tidak salah. Saya datang pukul 17.00 tepat ke selasar tersebut. Dengan membawa kado yang saya bawa (sudah dibungkus tentunya.. ^_^) saya menyerahkan ke tempat pengumpulan kado. Setelah itu acara dilanjutkan misa. Saya bertugas sebagai seksi dokumentasi, ya tugasnya jalan2 lah.. foto sana foto sini.. Ok, singkat cerita, misa sudah berakhir, kira-kira pukul 19.15, acara sesungguhnya dimulai. Acaranya banyak sekali, seperti menyanyi bersama, lalu ada parodi dari tiap angkatan, wah, lucu sekali!

Tapi tak tersadar, di tangan saya bergeraklah "jarum jahat" mendekati angka 8. Wuaa!! Kok sudah pukul 19.40! Teman, malam ini saya harus pulang ke Semarang naik kereta pukul 20.30. Bisa dibayangkan betapa paniknya saya? Saya kemudian segera pamit dengan "Bu" Ketua, maap2, saya harus pulang, bisa ketinggalan kereta ini Bu.. Ha3.. Lalu Bu Ketua tanya, "Nggak ikut acara tukar kado? Kadonya gimana?" , Aku jawab, "aku titip untuk kamu bawa saja ya? Bisa kan?" Ok, bereslah, batin saya. (Thx ya Nad..^^) Dan jam tangan menunjukkan 19.45!
Langsung saja saya bergegas pulang ke kos, kunci semuanya, bawa tas, telepon taksi.. Wuiih.. Waktu serasa berjalan cepat sekali. Pukul 20.00 taksi sudah datang di depan kos saya. Ok2, sebentar ya Mas.. Cepat Anthony, cepat! Aduh, kalau terlambat kereta tidak lucu saya. Tepat saya lihat jam tangan saya, pukul 20.10 saya masuk taksi, bergegas ke stasiun. Aduh, jalanan macet lagi. Selama perjalanan saya hanya bisa berdoa supaya tidak terlambat. Ah, akhirnya sampai juga di stasiun pukul.. 20.27!! What the.. ?!! Ok, dimulailah perjuangan "Sprint" saya setelah keluar dari taksi menuju gerbong 3 (Sial, gerbongnya nggak ada nomornya lagi). Setelah sampai disamping kereta, langsung saya masuk, tak peduli gerbong berapa. Fiuhh.. Akhirnya masuk juga. 2 Menit setelah saya masuk, tiba-tiba kereta mulai berjalan. "Terima kasih Tuhan.. sedikit lagi aja saya sudah ketinggalan nih.."
, Batin saya. Wew, perjalanan yang memacu adrenalin..

Oh iya, Bu Ketua, mana kadoku yang kutitipkan padamu? Jagalah baik2 kadoku tersebut ya..^^

Saturday, January 10, 2009

Mencari Bungkus Kado

Seperti judul di atas, itulah pikiran saya malam ini.

Berangkat dari cerita sebelumnya, akhirnya saya telah menyusun kado natalan KMK-ITB buat besok.. eh, nanti ya? Udah lewat jam 12 malam ini.. Ha3. Dan akhirnya.. Jdieng2! Inilah pusing 2 keliling saya. Mau dibungkus apa? Harusnya kertas kado ya.. tapi katanya temanya kesederhanaan?(Kata seorang anggota KMK yang dirahasiakan namanya). Biarlah pikiran ini menyewa satu kamar di sel otak saya dahulu, besok harus sudah saya usir ini pikiran. Alkisah, tadi malam pukul 10 saya menelepon ketua KMK kita, "Bu Nadia" . Tujuan : 1. Membahas bungkus kado (Halah, ndak mutu banget sih!) 2. Membahas masalah daftar ulang mahasiswa TPB. (Nah, kalo ini baru mutu.) Eh, di dalam telepon malah ngobrol sampai seputar dosen yang ga jelas lah, tentang YM lah, tentang pergi ke Dufan, lalu keprihatinan terhadap KEKL '08 KMK, trus tentang nge-blog.. Hahaha!

Ok, kembali ke bungkus kado. Setelah mengakhiri pembicaraan di telepon, kita sepakat untuk melanjutkan diskusi di YM. Setelah itu, saya download YM dari internet.(Maklum sebelumnya belum pernah Chatting). Lalu saya add si stepahamster itu. Ternyata iconnya bergambar seekor hamster gendut yang berwajah menggemaskan! Ha3! Mulailah perbincangan kita. Si Nadia ternyaa sedang menemani temannya anak DKV yang mengerjakan tugas ujian(take home). Padahal katanya ngantuk loh. Oh iya, ditambah laper juga. Wah, benar2 seorang ketua KMK yang peduli pada anak buahnya.(dari SMA mana dulu dong.. Halah!)
Loh, perasaan dari tadi tulisan di atas kok nggak kembali ke bungkus kado ya?

Ok2, sekarang beneran kembali ke bungkus kado. Setelah diberi saran boleh pake kertas koran, akhirnya saya memilih (mungkin) akan pakai itu. Tapi berhubung ini sudah malam, ya apa boleh buat, besok saja lah. Eh, tiba2 saja Si Daniel ngajak Chat YM. Ya udah, saya ladeni chatting deh. Oh iya, Si Nadia sedang nemenin teman DKV-nya itu, jadi YM-nya berstatus sibuk. Jadi deh ada temen ngobrol lagi sama Daniel. Katanya dia nyesel beli laptop, performanya tidak kuat. Dulu kiranya sering bawa laptop ke kampus( dulu aku di ITB juga pikir begitu sih, tapi, laptopku sudah dicuri, mau gimana lagi teman?) Oh iya, Daniel juga cerita tentang upgrade komputer Hutomo yang sampai 15Juta! Pake Intel i7 lagi! Busyet.. Trus bicara tentang panas prosesor, bluescreen tiap maen NFS2, dll.. sampe akhirnya dia ngantuk dan mau tidur.

Ok2, selesai sudah pembicaraan saya dengan Daniel. Eh, "Bu Ketua ternyata sudah balik ke kamarnya. Online lagi rupanya. Tapi sudah ngantuk juga sih, jadi dia akhirnya tidur juga. Good night, mam! Ha3.. Dan malam ini berakhir dengan permainan jari-jemari saya di blog ini. Waduh, saya sudah terserang ngantuk juga rupanya. Ok'lah, saya harus tidur dan.. besok membungkus kado! Ha3.. Good Nite.

"Note : Perasaan pada tulisan di atas porsi yang bagian bungkus kado kok sedikit yah??"

Thursday, January 8, 2009

First Launching : WiFi USB Stick



Akhirnya, setelah sekian lama saya ngiler melihat teman2 membuat blog, hari ini terealisasi sudah keinginan saya membuat blog.

Kenapa baru sekarang, soalnya dulu saya tidak punya koneksi internet yang memadai (sebenarnya ada kontribusi "males" sekitar 50% sih). Lalu, tadi siang saya baru saja beli WiFi USB Stick.. Karena di kos saya ada hotspot gratisnya. Nah, sekalian menceritakan apa yang saya lakukan hari ini. Ini tanggal 8 Januari (bener kan?), tadi pagi sudah membulatkan tekad untuk bisa internet'an dan membuat blog. Ceritanya begini, saya sedang dalam masa liburan kampus. Padahal saya mau pulang besok lusa tanggal 10 Januari. Oh ya, tanggal itu sekalian ada acara Natalan KMK di GKU Timur. Duh, jadi inget belum beli hadiah buat tukar kado. Kemarin ada SMS masuk dari siapa nggak tahu saya, cuma nomor aja yang muncul, tidak ada pemberitahuan nama. Isinya bilang untuk menyiapkan kado maksimal Rp.15.000,00 untuk acara tukar kado nanti. Waduh!! Langsung saya pusing 1 keliling (ndak usah 7 yah..) mau kasih apa ya? Yahh.. sementara saya menulis ini masih bingung apa yang akan saya beli buat tukar kado nanti.

Oh ya, kembali ke Stick penyelamat saya.. (Halah..) Setelah bangun pukul 8 pagi, makan minum, pokoknya jam 10 pagi sudah siap pergi. Maka berangkatlah saya pukul 10.30 menuju BEC. Perjalanan lancar, tidak begitu padat. Lalu cari parkir di dekat gramedia. Tidak terlalu ramai. (Mungkin karena masih pagi ya..) Setelah itu saya masuk ke toko ***** , sebut saja toko 'X' yang sudah saya survei 2 minggu lalu(nama toko disamarkan untuk suatu kepentingan tertentu) untuk beli. Tak disangka, harganya naik! Loh.. Sang penjual memberi Rp240.000. Sial! Waktu itu katanya Rp230.000, selain itu Dollar baru turun (hari ini U$1=Rp10.900 sepertinya). Mulailah 'perdebatan' saya untuk menurunkan harga. Penjualnya tetap bersikeras dengan harga itu. Duh, dengan berat hati akhirnya saya pun ambil barang itu.. (tetap bayar lhoh.. tapi worthed-lah, mereknya ternama..). Sesampainya di rumah, eh kos, langsung saya coba.. dan it works! Tapi habis itu saya tidur dulu, dan sore ini baru tulis blog ini.

Begitulah kisah perjalanan sebuah WiFi Stick yang berjasa untuk mewujudkan tulisan ini.. (Halah..)